PERANAN SASTRA DAN BAHASA MELAYU DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Chairil Effendy

Abstract


Literature and language play important role in forming the character of a country. Language that is delicate, neatly arranged, and expressed with good manner in various occasions creates lovely, beautiful, well-mannered, civilized impressions either for the speaker or the listener. Therefore in a long time, whether when it is in the position as lingua franca for the Nusantara people or when it is in the position as regional language, Malay, and Malay literature, has played important role in forming Malay country’s character. Speaking and doing literature using Malay that is based on the ethical and aesthetic values not only colour the life of the noblemen in the kingdom palace, but also among the people. The delivery of certain messages orally through pantun or literary texts such as poem and gurindam that contain a lot of moral values, really contributes to the forming of Nusantara people’s personality and character. The problem is that country’s character is not the destiny or fate, not something that has been available on its own; it is a “course” or “duty”. It must be planted, internalized, built, formed, and kept ground inside the country’s children selves. In this context, language plays important role. Language is the symbolic system that with it men can form, raise, and develop their culture. In relation to it, the position and function of Indonesian and regional (Malay) languages must be reinforced: “schools oblige to develop Indonesian and regional languages to become the part of country’s character building.”


Abstrak

Sastra dan bahasa memainkan peranan penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Bahasa yang halus, tertata rapi, dan disampaikan dengan tatakrama yang baik dalam berbagai kesempatan menimbulkan kesan elok, indah, santun, terhormat, beradab, baik bagi pembicara maupun pendengarnya. Demikianlah dalam waktu yang lama, baik tatkala berkedudukan sebagai lingua franca bagi masyarakat Nusantara maupun ketika berkedudukan sebagai bahasa daerah, bahasa Melayu, pun sastra Melayu, telah memainkan peran penting dalam membentuk karakter bangsa Melayu. Berbahasa dan bersastra dengan bahasa Melayu yang berlandaskan pada nilai-nilai etika dan estetika itu tidak hanya mewarnai kehidupan para bangsawan di istana kerajaan, melainkan juga di tengah rakyat jelata. Penyampaian pesan-pesan tertentu secara lisan melalui pantun atau melalui teks sastra seperti syair dan gurindam yang banyak mengandung nilai-nilai moral, sangat kontributif bagi pembentukan kepribadian dan karakter masyarakat Nusantara. Masalahnya adalah karakter bangsa itu bukanlah nasib bukan pula takdir, bukan sesuatu yang telah tersedia dengan sendirinya; ia adalah “ikhtiar” atau “tugas”. Ia harus ditanamkan, diinternalisasikan, dibangun, dibentuk, dan terus diasah di dalam diri anak-anak bangsa. Dalam konteks ini bahasa memainkan peranan penting. Bahasa adalah sistem simbol yang dengannya manusia dapat membentuk, memelihara, dan mengembangkan kebudayaannya. Berkaitan dengan hal tersebut, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dan daerah (Melayu) harus diperkuat: “sekolah-sekolah wajib mengembangkan bahasa Indonesia dan bahasa daerah menjadi bagian dari pembangunan karakter bangsa.”


Keywords


Malay; country’s character; bahasa Melayu; karakter bangsa;

Full Text:

PDF

References


Anderson, Benedict ROG. 2000. Kuasa Kata: Jelajah Budaya-budaya Politik di Indonesia. Yogyakarta: Matabangsa.

Braginsky, V.I. 1994a. Nada-Nada Islam dalam Sastera Melayu Klasik. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka.

Braginsky. 1994b. Erti Keindahan dan Keindahan Erti dalam Kesusasteraan Melayu Klasik. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka.

Braginsky. 2004. The Heritage of Traditional Malay Literature. A Historical survey of genres writing and literary views. Leiden: KITLV.

Chairil Effendy, 1997. “Raje Ngalam: Suntingan Teks, Terjemahan, disertai Analisis Struktur dan Resepsi.” Disertasi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta.

Chairil Effendy. 2012. “Sopan Santun dalam Pantun-pantun Melayu Kalimantan Barat.” Makalah Seminar Internasional Asosiasi Tradisi Lisan dengan tema From Memory to Reality. 24-27 Mei 2012. Tanjungpinang.

Chairil Effendy dan Dedy Ari Asfar. 2010. “Pantun sebagai Media Pendidikan Karakter dalam Rangka Restorasi Peradaban Bangsa”. Makalah Seminar Pantun Antarabangsa USM II dengan tema Pantun Seberang Nusantara. 4-5 Oktober 2010. Pulau Pinang, Malaysia.

Collins, James T. 1998. Malay, World Languange: A Short History. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Daillie, Francoise-Rene. 1988. Alam Pantun Melayu: Studies on The Malay Pantun. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Daniel Dhakidae. 2003. Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Doni Koesoema A. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Driyarkara. 2006. “Mencari Kepribadian Nasional”. Dalam A. Sudiarja, G. Budi Subanar, St. Sunardi, dan T. Sarkim (Peny.), Karya Lengkap Driyarkara, esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka

Utama.

Eko Endarmoko. 2008. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Fang, Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Fatchul Mu’in. 2011. Pendidikan Karakter. Konstruksi Teoretik & Praktik. Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orang Tua. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Hasan Alwi dan Dendy Sugono. 2003. Politik Bahasa Nasional. Rumusan Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendiidikan Nasional.

Ignas Kleden. 1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES.

Ignas Kleden. 2004. Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyuaan. Esai-esai Sastra dan Budaya. Jakarta: Grafiti dan Freedom Institute.

Kang, Yoonhee. 2012. Untaian Kata Leluhur. Marjinalitas, Emosi dan Kuasa Kata-kata Magi di Kalangan Orang Petalangan Riau. Diterjemahkan oleh Sita Rohana. Edisi ke-2. Pekanbaru: Gurindam Press dan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Riau.

Koster, G.L. 2011. Mengembara di Taman-taman yang Menggoda: Pembacaan Naratif Melayu. Diterjemahkan oleh Siti Rohana dan Al azhar. Jakarta: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Universitas Riau dan KITLV-Jakarta.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip Pragmatik. Diterjemahkan oleh Azhar M. Simin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Ong, Walter J. 1982. Orality and Literacy. The Technologizing of the Word. London dan New York: Methuen.

Porath, Nathan. 2012. Ketika Burung itu Terbang. Therapy Shamanis dan Pemeliharaan Batasbatas Duniawiah di Kalangan Orang Sakai Riau. Diterjemahkan Siti Rohana. Pekanbaru: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Riau bersama Gurindam Press.

Rohinah M. Noor. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Solusi Pendidikan Moral yang Efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sukatman. 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia. Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

Tenas Effendy. 1997. Nyanyian Panjang Bujang Tan Domang. Jakarta: Ecole Francaise d’ExtremeOrient (EFEO), The Toyota Foundation, dan Yayasan Bentang Budaya.

Tenas Effendy. 2004. Tunjuk Ajar Melayu. Butir-butir Budaya Melayu Riau. Yogyakarta: Balai

Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Penerbit AdiCita.

Tenas Effendy. 2007. Khazanah Pantun Melayu Riau. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Teuku Iskandar. 1996. Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Jakarta: Pustaka Libra.




DOI: https://doi.org/10.26499/jentera.v3i2.443

Refbacks

  • There are currently no refbacks.