HARGA DIRI DAN STATUS SOSIAL: MOTIF MERANTAU ORANG MINANGKABAU DALAM FILM (Pride and Social Status: The Migrating Motive Minangkabau People in Cinema)

Herry Nur Hidayat, Bani Sudardi, Sahid Teguh Widodo, Sri Kusumo Habsari

Abstract


Merantau has known as the Minangkabau ethnic identity. As a social behavior, merantau shows a change in concepts and motives. Technological developments, especially in transportation, are slowly shifting the concept of merantau to broaden its reach, followed by changes in motives. Merantau is no longer seen as a learning behavior and process, but is more economical, looking for a better life. This article explores and describes the merantau in the film with merantau from the Minangkabau community through a semiotic study. As a result, the change in the concept and motive for merantau in the film represents the merantau Minangkabau society. Through the movie characters, the motive for merantau, who seems to have an educational background in the film driveby personal motivation, namely self-esteem and social status, which in directly indicates economic motives.

Merantau telah dikenal sebagai identitas etnik Minangkabau. Sebagai sebuah perilaku sosial, merantau menunjukkan perubahan konsep dan motifnya. Perkembangan teknologi, terutama transportasi, secara perlahan menggeser konsep merantau menjadi meluas jangkauannya yang diiringi pula dengan perubahan motifnya. Merantau tidak lagi dipandang sebagai perilaku dan proses pembelajaran melainkan lebih bersifat ekonomis, yaitu mencari kehidupan yang lebih baik. Melalui kajian tekstual, artikel ini menggali dan menguraikan perilaku merantau yang ditampilkan dalam film dalam hubungannya dengan perilaku merantau masyarakat Minangkabau. Hasilnya, perubahan konsep dan motif merantau dalam film adalah bentuk representasi merantau masyarakat Minangkabau. Melalui tokoh-tokohnya, motif merantau yang tampaknya berlatar belakang pendidikan dalam film didorong oleh motivasi personal, yaitu harga diri dan status sosial yang secara tidak langsung menunjukkan motif ekonomis.


Keywords


merantau; Minangkabau; film; representation; merantau; Minangkabau; film; representasi

References


Aisya, D. K., Yusril, Y., & Sahrul, S. (2017). Kritik budaya Minangkabau dalam film Di Bawah Lindungan Ka’bah. Bercadik : Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni, 4(2), 146. http://www.journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Bercadik/article/view/569

Arief, M. (2016). Analisis konteks Islam dan budaya Minangkabau dalam skenario film Titian Serambut Dibelah Tujuh. Menara Ilmu, X(2), 213–216. https://doi.org/10.33559/MI.V10I73.66

Arief, M. (2018). Film Surau dan Silek (Ketika anak-anak menemukan sebuah makna) [Laporan Penelitian]. Surakarta.

Asnan, G. (2004). Geography, historiography and regional identity : West Sumatra in the 1950s. In H. Samuel & H. S. Nordholt (Ed.), Indonesia In Transition: Rethinking “Civil Society”, “Region”, and “Crisis.” Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barthes, R. (1977). Image music text. London: Fontana Press.

Bungo, N., & Hussin, N. (2011). Merantau ke Kuala Lumpur: Tradisi merantau dan berdagang masyarakat Minang. Geografia, 7(5).

Chadwick, R. J. (1991). Matrilineal inheritance and migration in a Minangkabau community. In Indonesia (Nomor 51). https://doi.org/10.1146/annurev.immunol.23.021704.115628

Fitri, D. (2018). Representasi ideologi Minangkabau dalam film Surau dan Silek ditinjau dari kajian semiotika. LAYAR: Jurnal Ilmiah Seni Media Rekam, 5(2), 66–77. https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/layar/article/view/795

Franzia, E. (2017). Cultural wisdom of Minangkabau ethnic community for local – global virtual identity. Mediterranean Journal of Social Sciences, 8(1), 325–329. https://doi.org/10.5901/mjss.2017.v8n1p325

Gaines, E. (2010). Media literacy and semiotics. New York: Palgrave Macmillan.

Graves, E. E. (2007). Asal-usul elite Minangkabau modern: Respons terhadap Kolonial Belanda abad XIX/XX (N. Andri, L. Marlina, & Nurasni (ed.)). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hadler, J. (2008). Sengketa tiada putus: Matriarkat, reformisme Agama, dan Kolonialisme di Minangkabau. Jakarta: Freedom Institute.

Halverson, E. R. (2010). Film as identity exploration : A multimodal analysis of youth-produced films. Teacher College Record, 112(9), 2352–2378.

Hodge, R., & Kress, G. (1988). Social Semiotics. New York: Cornell University Press.

Inrasari, D. (2015). Representasi Nilai Budaya Minangkabau dalam Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” (Analisis Semiotika Film) [Tesis S2, UIN Alauddin Makasar]. UIN Alauddin Makasar. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/1236/

Kamal, M. (2013). “Harimau Tjampa”; Film Berlatar Minangkabau Pertama. Kompasiana.

https://www.kompasiana.com/alchemist/552e1a116ea834ee3c8b456a/harimau-tjampa-film-berlatar-minangkabau-pertama

Kato, T. (1978). Change and continuity in the Minangkabau matrilineal system. Indonesia, 25(25), 1–16. https://doi.org/10.2307/3350964

Kato, T. (1989). Nasab Ibu dan Merantau. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan.

Mansoer, M. D., Imran, A., Sarwan, M., Idris, A. Z., & Buchari, S. I. (1970). Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara Djakarta.

Marta, S. (2014). Konstruksi makna budaya merantau di kalangan mahasiswa perantau. Jurnal Kajian Komunikasi, 2(1), 27–43. https://doi.org/10.24198/JKK.V2I1.6048

Maude, A. (1979). How circular is Minangkabau migration ? The Indonesian Journal of Geography, 9(37), 1–12.

Mudjiono, Y. (2011). Kajian semiotika dalam film. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), 125–138.

Murad, A. (1978). Merantau: Aspects of outmigration of the Minangkabau people [Thesis Master of Art]. Canberra: Australian National University.

Murad, A. (1980). Merantau: outmigration in a matrilineal society of West Sumatra. Indonesian population monograph series, 3. Canberra Australia Australian National Univ. Dept. of Demography.

Naim, M. (2013). Merantau pola migrasi suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Navis, A. A. (1984). Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafiti Press.

Ophelia, S. (2018). Analisis identitas budaya lokal Minangkabau melalui Mise-en-Scene dan dialog pada film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” [Tesis S2, Institut Seni Indonesia]. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia. http://digilib.isi.ac.id/4252/

Stam, R., Burgoyne, R., & Flitterman-Lewis, S. (1992). New vocabularies in film semiotics. London - New York: Routledge.

Tambunan, S. M. G. (2017). Home as an emotional imagination and the ambiguity of space and taste in the urban culinary practices: A textual analysis of Tabula Rasa (2014). Seminar Nasional Budaya Urban, Kajian Budaya Urban di Indonesia dalam Perspektif Ilmu Sosial dan Humaniora: Tantangan dan Perubahan. Jakarta.

Trisnawati, T., & Yesicha, C. (2018). Representasi budaya matrilineal Minangkabau dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Jurnal Riset Komunikasi, 1(2), 276–284. https://doi.org/10.24329/jurkom.v1i2.40

Unnamed Author. (2016). Understanding media and culture: An introduction to mass communication. Minneapolis: University of Minnesota.

Wongso, J., & Idid, S. Z. A. (2014). Characters of the historic cities in Minangkabau. Asset and facility management “Resilience and sustainability organizations.”




DOI: https://doi.org/10.26499/jk.v17i2.2805

Refbacks

  • There are currently no refbacks.

 

Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Kendari 93231

Telepon(0401) 3135289, 3135287

pos-el: kandaisultra@gmail.com

 



-->