DONGENG MANUSIA LUAR BIASA: FOLKLOR LISAN “ISSUNBOUSHI: SANG KSATRIA MUNGIL” DAN “SI KELINGKING” (Super Ordinary Human Fairy Tales: Structural Analysis of “Issunboushi: Sang Ksatria Mungil” and “Si Kelingking”)

Inni Inayati Istiana, Ratna Asmarani, Sarwo Ferdi Wibowo, Mochammad Fikri

Abstract


This study examines two fairy tales from Japanese and Indonesian people namely the fairy tales “Issunboushi: Sang Ksatria Mungil” (Japan) and “Si Kelingking” (Indonesia) which have the same motif with different versions. This was done to answer the formulation of the problem in this study, how to compare the elements in the structure of the story which includes the similarities and differences in the story “Issunboushi: Sang Ksatria Mungil” with "Si Kelingking". To find out the similarities and differences in the structure of the fairy tales "Issunboushi: Sang Ksatria Mungil" (Japan) and "Si Kelingking" (Indonesia), the two stories have been analyzed used a narrative structure approach by A.J. Greimas. The writer used the structural approach of narratology by A.J. Greimas in order to produce an actant and functional scheme that show the similarities and differences in the structure of these fairy tales. The results of the study show that both have the same story stages, namely the initial situation, transformation, and the final situation. The different elements of the story included the actors (subjects) and their strengths, contradictions, solutions in getting helpers, and the form of helping objects. In addition, the two-fairy tales also have almost similar themes or motives, characterizations and plotting. The moral message of the story conveyed was also not much different. Based on these differences, it can be concluded that the fairy tales "Issunboushi: Sang Ksatria Mungil" and "Si Kelingking" were not related. These differences can be seen from the peculiarities of the two-fairy tales as a form of representation of people's lives at the time the fairy tales were created. In addition, the storytelling of each of these fairy tales took advantage of local geographical conditions to become the object of the story.

 

Penelitian ini menelaah dua dongen dari masyarakat Jepang dan Indonesia, yang bermotif sama, tetapi memiliki versi berbeda, yaitu “Issunboushi: Sang Ksatria Mungil” (Jepang) dan “Si Kelingking” (Indonesia). Hal ini dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, yakni bagaimana perbandingan unsur-unsur dalam struktur cerita yang mencakupi kemiripan dan perbedaan cerita “Issunboushi: Sang Ksatria Mungil” dengan “Si Kelingking”. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan struktur cerita dongeng “Issunboushi: Sang Ksatria Mungil” (Jepang) dan “Si Kelingking” (Indonesia), kedua cerita tersebut akan dianalisis menggunakan pendekatan struktur naratologi oleh A.J. Greimas. Melalui pendekatan struktur naratologi oleh A.J. Greimas akan dihasilkan skema aktan dan fungsional yang menunjukkan persamaan dan perbedaan struktur cerita dongeng-dongeng tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki tahapan cerita yang sama, yakni situasi awal; transformasi; dan situasi akhir. Adapun unsur cerita yang berbeda mencakupi pelaku (subjek) dan kekuatannya, pertentangan, solusi dalam mendapatkan bantuan penolong (helper) dan wujud benda penolong. Selain hal tersebut, kedua dongeng itu juga memiliki tema, motif, penokohan, dan pengaluran yang hampir mirip. Amanat atau pesan moral cerita yang disampaikan juga tidak jauh berbeda. Berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dongeng “Issunboushi: Sang Ksatria Mungil” dan “Si Kelingking” tidak saling terkait. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari kekhasan kedua dongeng sebagai bentuk representasi Kehidupan masyarakat pada saat dongeng tersebut tercipta. Selain itu, pengisahan masing-masing dongeng tersebut memanfaatkan keadaan geografis setempat untuk dijadikan objek cerita.


Keywords


actant; fairy tales; functional; A.J. Greimas; Issunboushi; Si Kelingking; aktan; dongeng; fungsional; A.J. Greimas; Issunboushi; Si Kelingking

References


Aminuddin. (2014). Pengantar apresiasi sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Danandjaja, J. (2002). Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Danandjaya, J. (1985). “Mencari ketunggalan budaya Indonesia melalui cerita rakyat Melayu Riau” . Editor Prof. Dr. Heddy Shri Ahmisa-Putra, Diterbitkan. In P. D. H. S. Ahmisa-Putra (Ed.), Kumpulan makalah (prosiding) Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan. Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM).

Hawkes, T. (2004). Structuralism and semiotics, 2nd Ed. Abingdon: Taylor and Francis e-Library.

Imelda. (2015). "Perbandingan cerita rakyat ‘Si Kelingking’ (Jambi dan Bangka Belitung)". Madah: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 6(1), 101-112. https://doi.org/10.26499/madah.v6i1.360

Jabrohim. (2015). Metodologi penelitian sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Kaslani. (1998). “Si Kelingking” in cerita rakyat dari Jambi 2. Jakarta: Grasindo.

Marinda, S. (2014). “Perbandingan struktur cerita dongeng “Jaka Tarub” dalam kumpulan cerita anak karya Ali Muakhir dan dongeng Shiroi Tori karya Kusuyama Masao. Skripsi. Universitas Brawijaya.

Nurgiyantoro, B. (2002). Teori pengkajian fiksi. Gadjah Mada Yogyakarta: University Press.

Nuswantoro, I. (2010). “Issunboushi: Sang ksatria mungil” in kumpulan dongeng Jepang—Indonesia. Jakarta: Penerbit CIF.

Rahmah, Y. (2017). "Dongeng Indonesia dan dongeng Jepang: Komparasi unsur budaya". Kiryoku, 1(2), 1-8. https://doi.org///doi.org/10.14710/kiryoku.v1i2.%p

Sari, R. W. (2017). Perbandingan nilai Bushido dalam cerita rakyat Momotaru dan Issunboushi. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Semi, M. A. (1993). Metode penelitian sastra. Bandung: Angkasa.

Sudjiman, P. (1992). Memahami cerita rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sulastin, S. (1983). Hikayat Hang Tuah: Analasis struktural dan fungsi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suwondo, T. (2003). Studi sastra beberapa alternatif. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Taum, Y. Y. (2011). Studi Sastra Lisan: Sejarah, teori, metode, dan pendekatan, disertai contoh penerapannya. Yogyakarta: Lamatera.

Teeuw, A. (1984). Sastra dan ilmu sastra. Pengantar teori sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Thohir, M. (2007). Memahami kebudayaan: Teori, metodologi, dan aplikasi. Jakarta: Fasindo Press.

Wicaksono, R. K. (2015). “Dongeng Si Kelingking (Indonesia) dan dongeng Issunboushi (Jepang): Kajian perbandingan struktural”. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Yayuk, R. (2016). "Legenda anak durhaka: Analisis struktural tiga cerita lisan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan". Metassatra, 6(1), 58-70. https://doi.org/10.26610/metasastra.2013.v6i1.58-70

Zaimar, O. K. S. (1991). Menelusuri makna ziarah karya Ian Simatupang. Bojonegoro: Intermesa.




DOI: https://doi.org/10.26499/jk.v18i2.4634

Refbacks

  • There are currently no refbacks.

 

Jalan Haluoleo, Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Kendari 93231

Telepon(0401) 3135289, 3135287

pos-el: kandaisultra@gmail.com

 



-->