PERIBAHASA BANJAR (MENAMPILKAN KARAKTER NEGATIF UNTUK PENDIDIKAN KARAKTER POSITIF)
Abstract
Proverb can be said as an effective and common tool for educating the character values. In term of form, Banjarese proverb can be divided into two types: (1) a type that describes a people who has a good or ideal values (positive characters), and (2) a type of people who does not have any values at all (negative characters). It seems that these types are cross aside, but in reality, these two types actually have the same purpose which is educating good characters for our society. This article talks about one type of those types, which is a type of Banjarese proverb that displaying the negative characters for educating the positive moral values (positive characters). This type of proverb has a lot in numbers, and mostly the society likes this type of proverb more than the first ones. This may be understood because (1) this type of proverb can be act a humorous thing to be discussed, (2) it is more factual so it is easy for the society to understand the meaning of the proverb itself, (3) it is easy to be remembered as it has a clear point, (4) it acts as an early awareness, and (5) it contains a strong critical point for the public community.
Abstrak
Apabila berbicara tentang karakter, peribahasa (termasuk peribahasa Banjar) merupakan wadah yang paling efektif dan paling sering diungkapkan untuk menanamkan nilai karakter. Dilihat dari sisi bentuk, peribahasa Banjar dapat dipilahkan menjadi dua tipe, yakni tipe yang mendeskripsikan/menampilkan manusia berkarakter ideal (karakter positif) dan menampilkan manusia yang sama sekali tidak berkarakter dan atau mengabaikan karakter atau akarakter (karakter negatif). Walaupun dua tipe ini tampaknya berseberangan, tujuannya sama, yakni menanamkan nilai-nilai karakter yang ideal kepada anggota masyarakatnya. Artikel ini hanya menyoroti salah satu dari dua tipe di atas, yakni tipe peribahasa yang menampilkan sosok manusia yang akarakter dan pesan-pesan moral yang terkandung di dalam peribahasa itu. Tipe peribahasa ini lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan tipe pertama. Masyarakat juga lebih menyukai tipe ini dalam menyampaikan pesan-pesan moral. Masyarakat Banjar lebih sering menggunakan tipe peribahasa ini disebabkan (a) dapat dijadikan bahan bercanda atau bahan tertawaan, (b) lebih konkret sehingga mudah dipahami, (c) mudah diingat karena acuannya jelas, (d) mengingatkan sejak dini sebelum pelanggaran nilai terjadi, dan (e) berisi kritik yang pedas yang sasarannya berlaku umum.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Dharmojo. 2005. Sistem Simbol dalam Munaba Waropen Papua. Jakarta: Pusat Bahasa,
Departemen Pendidikan Nasional.Djoko Damono, Sapardi dkk. 2010. Simbolisme dan Imajisme dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional.
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra (terjemahan Ida Sudari Husen). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Jumadi. 2013. “Mengintensifkan Peran Pendidikan Sastra untuk Membangun Karakter Siswa. Proceedings Seminar Internasional: Literature and Nation Character Building (hlm. 33-46.
Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unlam.
Kesuma, Dharma; Triatna, Cepi; & Permana, Johar, H. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lickona, T. 1991. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Lickona, T. Schaps, E., & Lewis, C. 1995. Eleven principles of effective character education.
Washington, DC.: Character Education Partnership.
Lickona, T. 2001. “What is effective character education?” Paper presented at The Stony Brook School Symposium on Character. www.athenaeum.edu/pdf/What is Effective Character
Education.pdf.
Lickona, T. 2012. Pendidikan Karakter. Terjemahan Saut Pasaribu dari Character Matters, Touchstone, New York, 2004. Bantul: Kreasi Wacana.
Lickona, T. 2013. Mendidik untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah Dapat Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab. Terjemahan Juma Abdu Wamaungo dari Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, 1991. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi yang tepat untuk membangun bangsa. Jakarta: Star Energy.
Nuraini Yusoff. 2013. Tun Dr. Mahathir Mohammad: Ikon pembentukan karakter bangsa. Proceeding Seminar Internasional: Pengembangan peran bahasa dan sastra Indonesia mewujudkan generasi berkarakter (hlm. 11—31. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Nuraini Yusoff. 2013. Kursus Penghayatan Karya Agung Melayu dalam Program Pensiswazahan Guru Sekolah Rendah. Proceedings Seminar Internasional: Literature and Nation Character Building (hlm. 19—31. Banjarmasin: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unlam.
Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum Berkarakter. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Saidatul Nornis Hj. Mahali & Mohd. Rasdi Saamah. (2013). Haiwan sebagai Perlambangan dalam Peribahasa Orang Semai. GEMA Online™ Journal of Language Studies, Volume 13(1), February 2013. 83-98.
Salimin, Saridi. 2011. Membentuk Karakter yang Cerdas. Tulungagung: Cahaya Abadi.
Zaitul Azma Zainon Hamzah & Ahmad Fuad Mat Hassan. 2011. Bahasa dan Pemikiran dalam Peribahasa Melayu. GEMA Online Journal of Language Studies, Volume 11(3) September 2011.31-51.
Zuchdi, Damiyati; Prasetya, Zuhdan Kun; Masruri, Muhsinatun Siasah. 2013. Model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pengembangan Kultur Sekolah. Yogyakarta: Wonosari, Mantub.
DOI: https://doi.org/10.26499/jentera.v3i2.441
Refbacks
- There are currently no refbacks.