TRADISI LISAN MALE-MALE: NYANYIAN KEMATIAN DALAM MASYARAKAT CIACIA

Asrif Asrif

Abstract


Male-male adalah syair yang dinyanyikan sesaat setelah seorang warga yang dianggap sosok sempurna meninggal dunia. Tradisi lisan male-male itu menggambarkan penghargaan masyarakat terhadap sosok sempurna melalui ungkapan kesedihan, kerinduan, ketabahan, dan puji-pujian. Pelaksanaan male-male memiliki sejumlah fungsi, baik fungsi pribadi (penutur dan tuan rumah) maupun fungsi bagi masyarakat (warga yang melayat). Bagi penutur dan tuan rumah, tradisi itu berfungsi untuk menghibur, memberikan kepedulian sesama, menyebarkan nilai sosial, agama, dan prestise, serta mewariskan tradisi. Bagi masyarakat, male-male berfungsi sebagai sarana mengingatkan diri akan kematian, memperkukuh keimanan, serta meningkatkan empati, dan solidaritas sesama. Untuk itu diperlukan upaya pewarisan dalam menjaga keberlanjutan tradisi itu. Pewarisan formal dilakukan melalui sekolah, sedangkan pewarisan informal melalui penguatan lembaga adat.

Full Text:

PDF

References


Endraswara, Suwardi. 2002. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Hoed, B.H. 2008. “Komunikasi Lisan sebagai Dasar Tradisi Lisan”. Dalam Pudentia MPSS.

Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sedyawati, Edi. 1996. “Kedudukan Tradisi Lisan dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu-Ilmu

Budaya”. Dalam Warta ATL Edisi II/Maret, Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Wawancara dengan La Jarubi (46 tahun), Kecamatan Sorawolio, Kota Baubau, Sulawesi

Tenggara, 27 September 2011 dan 19 Juli 2012.

[http://jogjanews.com “Bagaimana Proses Batik Indonesia Bisa Menjadi Budaya Tak Benda

Warisan Manusia?”], diakses 15 Juli 2012, pukul 13.00 WIB.




DOI: https://doi.org/10.26499/jentera.v1i2.272

Refbacks

  • There are currently no refbacks.