MENJADI SAKSI AHLI DALAM LINGUISTIK FORENSIK (Kajian terhadap Bukti Kasus Berbahasa Sunda)
Abstract
Latar belakang penelitian ini ialah adanya kenyataan bahwa kasus linguisti forensik ditemukan dalam bahasa Sunda. Kasus-kasus seperti ini tersebar dalam media sosial (medsos) dan berdampak hukum. Penelitian ini bertujuan memaparkan hasil kajian terhadap pengalaman menjadi saksi ahli bahasa dalam persidangan kasus penghinaan dan pencemaran nama baik melalui medsos. Di dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data dikumpulkan dengan teknik studi bibliografis.
Data kajian berupa tuturan penghinaan dan pencemaran nama baik berbahasa Sunda melalui akun facebook, yang penuturnya dilaporkan melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 27 ayat (3). Data dikaji dengan teknik analisis unsur langsung (immediate constituent analysis), yang dilakukan secara eksplikatur melalui interpretasi teks berdasarkan kajian semantik dan pragmatik. Hasil analisis menunjukkan bahwa tuturan penghinaan dan pencemaran nama baik bisa diekspresikan secara langsung bersemuka oleh penutur kepada mitra tutur bisa tidak langsung melalui media sosial. Jika ucapan tersebut berkaitan dengan penghinaan atau penceramaran nama baik, maka akan berdampak hukum yang menyangkut linguistik forensik. Sebagai contoh bentuk penghinaan dalam medsos adalah membandingkan pemimpin pesantren dengan bandar miras melalui ungkapan “Sabelas dua belas”.
The background of this research is the fact that forensic linguistic cases are found in Sundanese. Cases like this are spread on social media and have legal implications. This study aims to present the results of a study of the experience of being a linguist witness in court cases of insults and defamation through social media. This study used a qualitative approach with a descriptive method. Data were collected by bibliographic study technique. The study data is in the form of utterances of insults and defamation in Sundanese language through a Facebook account, whose speakers are reported to have violated Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE), Article 27 paragraph (3). The data were analyzed using immediate constituent analysis, which was carried out in an explicate way through text interpretation based on semantic and pragmatic studies. The results of the analysis show that utterances of insults and defamation can be expressed directly or figuratively. The results of the analysis show that utterances of insults and defamation can be expressed directly face to face by the speaker to the speech partner or indirectly through social media. If the statement is related to insults or defamation, it will have legal implications regarding forensic linguistics. For example, a form of humiliation in social media is comparing the leader of a pesantren with a liquor dealer through the expression "Sabelas twelve".
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Allan, K. (2014). Linguistic Meaning (RLE Linguistics A: General Linguistics). Routledge.
Austin, J. L. (1962). How to Do Things with Words (Vol. 88). Oxford university press.
Bach, K., & Harnish, R. M. (1979). Linguistic Communication and Speech Acts. Cambridge. Mass. & London.
Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Politeness: Some universals in language usage (Vol. 4). Cambridge university press.
Coulthard, M., Johnson, A., & Wright, D. (2016). An introduction to forensic linguistics: Language in evidence. Routledge.
Creswell, J. W. (1994). Research design. Thousand Oaks, CA: Sage.
ForensicScienceSimplified. (2011). Federal Evidence Rules 702. http://www.forensicsciencesimplified.org/legal/702.html
Garner, B. A. (2004). Black’s law dictionary.
Hamied, F. A. (2018). Research Methods. UPI Press.
Hidayat, R. T. (2005). Peperenian Urang Sunda. Kiblat Buku Utama.
Khatimah, H., & Kusumawardani, F. (2016). Pedoman Kajian Linguistik Forensik. Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
KUHP. (n.d.). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kushartanti, U. Y., & Lauder, M. R. M. T. (2005). Pesona bahasa: Langkah awal memahami linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Leech, G. (1983). Principles of pragmatics. London and New York: Longman.
Leonard, R. A. (2006). Forensic Linguistics: Applying the Scientific Principles of Language Analysis to Issues of the Law. International Journal of the Humanities, 3(7).
McMenamin, G. R. (1993). Forensic stylistics. Forensic Science International, 58(1–2), V–XV.
Muthia, R. (2015). Kajian Pragmatik terhadap Tuturan Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik dalam Bahasa Indonesia. Prosiding Prasasti, 329–334.
Neu, J. (2008). Sticks and stones: The philosophy of insults. Oxford University Press on Demand.
Olsson, J. (2008). Forensic linguistics–The language detective. London: Pinter.
Ricour, P. (1985). Hermeneutics and the human sciences. Editor & Terjemahan John B. Thomson. Cambridge: Cambridge University Press.
Santoso, I. (2016). Mengenal Linguistik Forensik: Linguis Sebagai Saksi Ahli.
Shinder, D. L. (2010). Comprehensive Overview of Web and Server Publishing Rules in TMG.
Simpen, I. W. (2011). Fungsi Bahasa dan Kekerasan Verbal dalam Masyarakat. Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana Dalam Berbagai Bidang Ilmu, Denpasar: Badan Penjamin Mutu UNUD.
Sudaryat, Y. (2016). Wacana Pragmatik Basa Sunda. Bandung: UPI Press.
Sumaryono. P. (1999). Hermeneutik: Sebuah metode filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Refbacks
- There are currently no refbacks.