PEMETAAN VITALITAS BAHASA-BAHASA DAERAH DI BENGKULU: PENTINGNYA TOLOK UKUR DERAJAT KEPUNAHAN BAGI PELINDUNGAN BAHASA DAERAH

Sarwo F. Wibowo

Abstract


Studies about protection of local languange so far is sporadic. The earlier studies carried out only based on common sense information or researcher interest, not based on scientific fact of languange exticntion degree. It is happen because there is no benchmark which languange is more urgent to revitalize. This paper describes the result of languanges vitality mapping in Bengkulu and its strategic position on the efforts of local languanges protection. The number of languange based on Peta Bahasa Pusat Bahasa. To determine degree of languange extinction, UNESCO formula which include nine indicators (1) intergenerational language transmission, (2) absolute number of speakers, (3) proportion of speakers within the total population, (4) trends in existing languange domains, (5) response to new domain and media, (6) material for languange education and literacy, (7) govermental and institutional languange attitudes and policies, (8) including official status and use, (9) community member attitudes towards their own languange, 10) amount and quality of documentation. Data was collected which some methods, i.e. library research (for indicator 2, 3, 6 and 9), interview (indicator 7 and 8), observation (indikator 5), and survey (indikator 1, 4, 9). Then, data interpreted based on languange endangerment scale , that is safe, at risk, disappearing, moribund, nearly extinct, dan extinct. The interpretation then converted to languange vitality map with some colour graduation.

 

ABSTRAK

Penelitian mengenai pelindungan bahasa daerah yang dilakukan selama ini bersifat sporadis. Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan informasi (common sense) atau ketertarikan peneliti saja, bukan didasarkan pada fakta ilmiah tentang derajat kepunahan bahasa. Hal ini tentu saja disebabkan oleh karena belum ada tolok ukur yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan bahasa mana yang lebih mendesak untuk direvitalisasi. Penelitian ini akan memaparkan hasil pemetaan vitalitas bahasa di Bengkulu dan posisi strategisnya dalam usaha pelindungan bahasa daerah. Jumlah bahasa didasarkan pada Peta Bahasa keluaran Pusat Bahasa. Untuk menentukan derajat kepunahan bahasa digunakan rumusan UNESCO yang mencakup sembilan indikator, yaitu (1) transmisi bahasa antargenerasi, (2) besarnya jumlah penutur, (3) perbandingan penutur dengan jumlah penduduk, (4) kecenderungan dalam ranah pemakaian bahasa, (5) daya tanggap terhadap ranah baru dan media, (6) materi untuk pendidikan bahasa dan keberaksaraan, (7) kebijakan bahasa oleh pemerintah dan institusi, (8) termasuk status resmi dan pemakaiannya, (9) sikap komunitas penutur terhadap bahasa mereka, serta 10) jumlah dan kualitas dokumentasi bahasa. Data dikumpulkan dengan beberapa metode, yaitu studi pustaka (indikator 2, 3, 6, dan 9), wawancara (indikator 7 dan 8), observasi (indikator 5), dan survey (indikator 1, 4, dan 9). Data kemudian diinterpretasikan berdasarkan derajat kepunahan bahasa yaitu Aman (safe), beresiko (at risk), mulai terancam punah (disappearing), parah (moribund), hampir punah (nearly extinct), dan punah (extinct). Hasil penelitian ini kemudian dituangkan ke dalam peta dengan gradasi warna tertentu.


Keywords


mapping; vitality; local language; pemetaan; vitalitas; bahasa daerah

Full Text:

PDF

References


Aritonang, Buha. (2013). Vitalitas Bahasa Seget: Kajian ke Arah Pemetaan Vitalitas Bahasa Daerah dalam Sawerigading, Vol.19, No. 1, April, Makassar.

Crystal, D. (2000). Languange Death. Cambridge: Cambridge University Press.

Ekorusyono. (2013). Mengenal Budaya Enggano. Yogyakarta: Buku Litera.

Herawaty, Etty. (1998). Sikap Berbahasa Masyarakat Enggano Skripsi. Bengkulu: Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, FKIP Universitas Bengkulu.

Gumono. (2015). Gejala-Gejala Kepunahan Bahasa Enggano. Makalah dalam prosiding International Conference on Language, Culture, and Society (ICLCS) LIPI 2015.

Gunarwan, Asim. (2011). Pembalikan Pergeseran Bahasa Daerah untuk Memperkukuh Budaya Bangsa dalam buku Pemberdayaan Bahasa Indonesia Memperkukuh Budaya Bangsa dalam Era Globalisasi: Risalah Kongres Bahasa Indonesia VIII, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Hanawalt, Charlie. (2011). Menuai dengan Harapan Memanen: Refleksi Terhadap Kebijakan Pelindungan Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia Makalah dalam Politik Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Karsana, Deni. (2011). Bahas Kori Diambang Kepunahan dalam Multilingual volume 2 tahun X, Desember 2011.

Pusat Bahasa. (2008). Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Rahayu,

Ngudining. (1997). Pemertahanan dan Pergeseran Bahasa di Enggano Makalah untuk Seminar Nasional Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa Ibu di Universitas Bengkulu.

Saragih, Amrin. (2010). Revitalisasi Bahasa Daerah dalam Konteks Sosial Indonesia dalam Prosiding Seminar Internasional Hari Bahasa Ibu, Februari, Bandung.

Summer Institute Linguistic. (2001). Languanges of Indonesia. Jakarta: SIL International Indonesia Branch UNESCO. Tanpa tahun. Languange Rights of Linguistic Minorities: A Practical Guide of Implementation.

UNESCO. (1996). Universal Declaration on Linguistic Rights. Barcelona 9 Juni 1996.

Wibowo, Sarwo Ferdi. (2014). Vitalitas Bahasa Enggano di Pulau Enggano dalam Jurnal Ranah Volume 3, Nomor 1, Juli 2014.




DOI: https://doi.org/10.26499/rnh.v5i2.149

Refbacks

  • There are currently no refbacks.